Rabu, 31 Agustus 2016

AWAL DAUR HIDUP IKAN



TUGAS
BIOLOGI PERIKANAN
AWAL DAUR HIDUP





OLEH

IKLAN GARUSU
I1A111048










JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Perkembangan awal hidup ikan merupakan hal yang menarik karena berhubungan dengan stabilitas populasi ikan tersebut dalam suatu perairan. Mortalitas pada awal perkembangan hidup ikan umumnya sangat besar dimana fluktuasi mortalitas mempunyai andil yang besar dalam menentukan variasi produksi pada tiap­tiap tahunnya. Akan tetapi hal ini masih memerlukan penggalian-penggalian penelitian yang lebih lanjut untuk dikembangkan manfaatnya. Lebih-lebih terhadap species ikan-ikan tropik, banyak sekali yang belum diungkapkan.
Perhatian terhadap Biologi Perkembangan Ikan mempunyai beberapa alasan mendasar, yaitu :  (1) Faktor penentu rekrutmen terhadap perikanan komersial yang dioperasikan sejak tahap awal kehidupan ikan;  (2)  Tingkat teknologi yang dihasilkan dalam praktik akuakultur hingga dapat diperoleh tingkat produksi ikan seacara massal, termasuk benih ikan;  dan (3)  Jumlah spesies yang dibudidayakan dalam wadah yang terkontrol lebih terbuka peluangnya untuk bertambah.  Penguasaan pengetahuan ini mempunyai implikasi positif terhadap perbaikan teknik pembenihan yang memungkinkan dapat dilakukaannya penyediaan benih secara massal apabila telur yang telah dibuahi (fertilized eggs) tersedia tanpa tergantung lagi pada benih alam.  Pemahaman pada faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemijahan ikan juga memegang peranan penting dalam pengaturan (manipulasi) waktu pemijahan yang memungkinkan larva dapat disuplai sepanjang tahun.
Namun dalam bahasan fase biologis yang detil tentu tidak sesederhana itu, dimana setiap fase terdiri dari tahapan proses dan mekanisma yang rumit, dan melibatkan sejumlah faktor internal (fisiologis) dan eksternal (lingkungan) yang sangat berperan dalam menunjang jalannya proses perkembangan ikan mulai dari telur dan embrio hingga menjadi ikan betina dewasa yang mengeluarkan telur matang siap dibuahi (ova), atau telur jantan yang menghasilkan spermaotozoid untuk membuahi telur.
B.       Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui awal daur hidup pada ikan, crustacesa, dan bivalvia. Serta manfaat dari makalah ini yaitu menambah wawasan penulis dan melatih diri penulis untuk mengetahui cara penulisan serta isi dari makalah ini.
























BAB II
PEMBAHASAN

1.    Fase-Fase Dalam Daur Hidup Ikan

Daur hidup ikan secara garis besar umumnya terdiri dari 6 (enam) fase berikut : (1) eggs (telur); (2) larva; (3) fry; (4) juvenile; (5) adult (dewasa dengan gonad berkembang); dan (6) spawner (dewasa yang sedang memijah).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEir2ozEYhzQLcn9nrPZsqgQOEfuMzjkrgEFHWFV-MhOYYFh5i0VyQgXVEfmJQ2jevMXB5D3B9a_ZMltgNCSOf97N_ipQ6haorEplrf_4aJE1ljNpMKxOe-HkFezDxk5un3j-UConXaiOtM/s320/1+-+Bioper+-+Daur+Hidup+Ikan.jpg
Gambar 1. Tahap-tahap kehidupan pada ikan
Fertilisasi Awal dari suatu perkembangan adalah meleburnya inti ovum dan inti sperma. Proses pembuahan pada ikan bersifat monospermik, yakni hanya satu spermatozoa yang akan melewati mikropil dan membuahi sel telur. Dalam proses pembuahan, spermatozoa masuk ke dalam telur melalui lubang micropyle yang terdapat pada chorion. Tiap spermatozoa mempunyai kesempatan yang sama untuk membuahi satu telur. Akan tetapi karena ruang tempat terjadinya pembuahan yaitu pertemuan telur dengan spermatozoa pada ikan ovipar sangat besar, maka kesempatan spermatozoa itu untuk bertemu dengan telur sebenarnya sangat kecil. Dalam kondisi yang optimum spermatozoa ikan yang baru dikeluarkan dari tubuh mempunyai kekuatan untuk bergerak dalam air selama 1 – 2 menit.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRdX4kiFirF77mI1Xa03DvWtQFfW3bO8GpLeZZKSQChqBlYRf4DBwS8S4c0K4vyElzvLm_G4ax-Asi1wOWPuUU-KtR2ZELauoRa1W3KnC0OeGbYrGZVm_BOYLWs8IqN7ANqjfR6FuBDf5p/s320/gambar+telur+ikan+11.JPG
Gambar 2. Telur sebelum di buahi (Nelsen, 1953)
Setelah telur keluar dari tubuh induk dan kemudian bersentuhan dengan air, maka akan terjadi 2 hal yaitu terjadi ruang perifitellin dimana selaput chorion terlepas dari selaput vitellin karena masuknya air kedalam telur, dan terjadinya ruang pengerasan dimana selaput chorion mengeras sehingga akan mencegah terjadinya pembuahan poly sperma
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQEPjmvqE9Z6tNqIxQMKh7csHFB6IpJ6R02eTWevZVuPDMPA7J5twlFYnQ1Q7PWUBCVCAbzP1WUg3FGJAnd7e-tgUhpcC4TcI2eJbmzirMPgWt6vcim3C8S6dZTKNcPazR9oHj5nNlD33u/s320/gambar+telur+ikan+12.JPG
Gambar 3. Bagian telur dengan ruang perifitelin (Nelsen, 1953)
a.    Fase telur
Telur dan sperma yang baru dikeluarkan dari tubuh induk, mengeluarkan zat kimia yang berguna dalam proses pembuahan. Menurut kebanyakan literatur dari Amerika, zat yang dikeluarkan oleh telur dan sperma dinamakan Gamone. Gamone yang berasal dari telur adalah Gynamone I dan Gynamone II. Gamone yang berasal dari spermatozoa adalah Androgamone I dan Androgamone II. Gynamone I berfungsi untuk mempercepat pergerakan dan menarik spermatozoa dari spesies yang sama secara chemotaksis. Gynamone II berfungsi untuk mengumpulkan dan menahan spermatozoa pada permukaan telur. Telur yang mati warnanya berubah menjadi putih dan keruh karena telur mengeluarkan subtansi yang disebut fertilizin.
Fungsi Androgamone I ialah untuk menekan aktifitas spermatozoa ketika masih berada dalam saluran genital ikan jantan. Sedangkan Androgamone II berfungsi untuk membuat permukaan charion menjadi lembek sebagai lawan dari fungsi Gynamone II. Secara relatif lapisan telur yang sudah dalam air adalah keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa kecuali melalui micropyle yang bentuknya seperti corong. Lubang corong yang besar terletak di bagian luar dan lubang yang kecil di bagian dalam. Lubang itu demikian kecilnya sehingga tidak mungkin dapat dilalui oleh sperma lebih dari satu dalam satu waktu. Ketika spermatozoa masuk ke dalam lubang corong, itu merupakan sumbat bagi yang lainnya dan setelah kepala spermatozoa itu masuk, bagian ekornya terlepas. Dengan demikian pembuahan pada ikan umumnya monosperma dimana kalau sudah masuk satu spermatozoa akan cepat terjadi perubahan pada bagian micropyle.
Kalaupun terjadi pembuahan polyspermi, hanya satu spermatozoa yang melebur bersatu dengan inti telur. Sesaat setelah terjadi pembuahan, isi telur agak sedikit mengkerut karena pecahnya rongga alveoli yang terdapat di dalam telur. Dengan kejadian tersebut rongga perivitelline lebih membesar sehingga telur yang telah dibuahi dapat mengadakan pergerakan rotasi selama dalam perkembangannya sampai menetas.
b.    Masa pengeraman
Pembelahan pada Telur Ikan Setelah telur dibuahi sampai dengan menetas maka akan terjadi proses embrilogi (masa pengeraman) yaitu mulai dari 1 sel – 2 sel – 4 sel – 8 sel – 16 sel -32 sel – 64 sel – 128 sel – pra balstula – blastula – gastrula – neorola – embrio – penetasan. Waktu yang dibutuhkan adalah selam 1 – 2 hari yaitu : Fase cleavage selama 4 – 5 jam, Fase blastulasi selama 0.5 jam, Fase gastrulasi selama 1 – 2 jam dan selanjutnya Fase organogenesis ( Sutisna, 1995 ) Pembelahan (fase cleavage) sel zigot pada ikan umumnya adalah tipe meroblastik (parsial) walaupun ada juga holoblastik (total). Pada tipe meroblastik yang membelah hanya inti sel dan sitoplasmanya saja, sedang pada holoblastik kuning telur pun turut membelah diri. Kedua tipe pembelahan sel tersebut ditentukan oleh banyaknya kuning telur dan penyebarannya.
Dari hasil pembelahan sel telolesital ini akan terbentuk 2 kelompok sel. Yang pertama adalah kelompok sel-sel utama (blastoderm) yang akan membentuk tubuh embrio disebut sel-sel formatik atau gumpalan sel-sel dalam (inner mass cells). Yang kedua adalah kelompok sel-sel pelengkap (trophoblast, periblast, auxiliary cells) yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan jembatan penghubung antara embrio dengan induk atau lingkungan luar. Proses pembentukan blastula disebut blastulasi, pada blastula ini sudah terdapat daerah yang akan berdiferensiasi membentuk organ-organ tertentu (presumtife organ forming) seperti sel-sel saluran pencernaan, notochorda, saraf dan epidermis, ectoderm, mesoderm, dan entoderm. Gastrulasi adalah proses pembentukan 3 daun kecambah yakni ectoderm, mesoderm dan entoderm. Gastrulasi ini erat hubungannya dengan pembentukan system syaraf (neurolasi) sehingga merupakan periode kritis. Pada proses ini terjadi perpindahan daerah ectoderm, mesoderm, entoderm dan notokorda menuju tempat definitif.
Organogenesis, yakni proses pembentukan alat-alat tubuh makhluk yang sedang berkembang. System organ-organ tubuh berasal dari 3 buah daun kecambah, yakni ectoderm, entoderm dan mesoderm. Dari ectoderm akan terbentuk organ-organ susunan (system) syaraf dan epidermis kulit. Dari endoderm akan terbentuk saluran pencernaan beserta kelenjar-kelenjar pencernaan dan alat pernapasan. Sedangkan dari mesoderm akan muncul rangka, otot, alat-alat peredaran darah, alat ekskresi, alat-alat reproduksi dan korium kulit.
Faktor yang mempengaruhi proses pembelahan Beberapa faktor mempengaruhi seluruh proses perkembangan menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi kecepatan perkembangan dan menentukan bentuk dan susunannya. Suhu mempengaruhi kecepatan seluruh proses perkembangan atau fraksi-fraksi perkembangan. Periode perkembangan dan periode penetasan umumnya lebih pendek pada suhu yang lebih tinggi. Gas-gas yang terlarut dalam air juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan emberio. Tekanan oksigen dapat mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik. Pada ikan Salmo truta, tekanan yang berkurang pada saat perkembangan embrio akan menyebabkan bertambahnya jumlah tulang punggung.
c.    Masa penetasan
Telur (ova) yang telah berhasil dibuahi (fertillized eggs) mungkin dapat disepakati sebagai awal daur hidup individu ikan, karena dari fase ini ciri-ciri kehidupan suatu individu organisma telah dimulai dari sini, yakni berlangsungnya proses metabolisma, pembelahan dan perbanyakan sel, pembentukan jaringan dan organ tubuh, hingga pembangunan tubuh individu organisme yang siap dikeluarkan dari dalam cangkang telurnya.  Proses keluarnya individu muda dari dalam cangkang telur tempat embrio tersebut tumbuh dan berkembang selama masa inkubasi disebut dengan menetas (hatching). Terminologi hatch, ini yang menjadi asal kata hatchery yang sekarang dikenal sebagai panti pembenihan ikan atau udang.
d.   Masa larva
-       Pro larva
Pro larva adalah larva yang masih memiliki kantong kuning telur berbentuk bundar, oval atau oblong. Tubuhnya transparan dengan beberapa butir pigmen. Sirip dada dan ekor sudah ada tetapi belum sempurna bentuknya, sedangkan sirip perut berupa tonjolan, mulut dan rahang belum berkembang, usus masi berupa tabung lurus. System pernapasan dan peredaran darah tidak sempurna, makanan dari kuning telur yang dibawah (Manda, dkk. 2011)
-       Post larva
Pada masa post larva ini mengalami masa peralihan antara fase primitive dan fase definitive. Fase primitive artinya sebagian organ tubuhnya belum terbentuk secara sempurna dan belum dapat difungsikan dengan baik. Sedangkan fase definitive yaitu bentuk individu baru yang sudah memiliki bentuk tubuh secara sempurna dan seluruh bagian organ tubuh telah berfungsi seperti yang terdapat pada induknya (Manda, dkk. 2011).


2.    Perkembangbiakan Pada Ikan Nila
Ikan nila mencapai dewasa pada umur 4 – 5 bulan dan ia akan mencapai pertumbuhan maksimal untuk melahirkan sampai berumur 1,5 – 3 tahun. Pada saat berumur 1 tahun Kira-kira beratnya mencapai 800 g, ikan nila bisa mengeluarkan telur 1.200-1.500 larva setiap kali memijah, yang berlangsung selama 6 – 7 kali dalam setahun. Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat sarang di dasar perairan. Daerah teritorialnya akan terus di jaga. Ikan nila jantan menjadi agresif saat musim ini. (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Menurut (Amri, Khairul, Ir, M.Si, 2003) Secara alami, ikan nila bisa memijah sepanjang tahun di daerah tropis. Frekuensi pemijahan yang banyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan nila bisa memijah 6 – 7 kali dalam setahun. Berarti, Rata-rata setiap dua bulan sekali, ikan nila akan berkembang biak. Ikan ini  mencapai setadium dewasa pada umur 4 – 5 bulan dengan bobot 250 gram. Masa pemijahan produktif adalah ketika induk brumor 1,5 – 2 tahun dengan bobot di atas 500 gram / ekor. Seekor ikan nila betinah dengan berat sekitar 800 gram menghasikan larva sebanyak 1.200-1.500 ekor pada setiap pemijahan.
Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan nila jantan. Sarang  itu merupakan daerah teritorial ikan nila jantan. Ketika masa birahi, ikan nila jantan kelihatan tegar dengan warna cerah dan secara agresif mempertahankan daerah teritorialnya tersebut. Sarang tersebut  berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan telur. (Amri, Khairul, Ir, M.Si, 2003)
Proses pemijahan ikan nila berlangsung sangat cepat. Dalam waktu 50 – 60 detik mampu menghasilkan 20 – 40 butir telur yang telah dibuahi. Pemijahan itu terjadi beberapa kali dengan pasangan yang sama atau berbeda hingga membutukan waktu 20 – 60 menit. Telur ikan nila berdiameter 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi, dierami di dalam mulut induk betina kemudian menetas setelah 4 – 5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang larva 4 – 5 mm. hingga mencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Benih yang sudah tidak diasu lagi oleh induknya akan berenang secara bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau di pinggir kolam. (Amri, Khairul, Ir, M.Si, 2003)
3.    Pengaruh suhu terhadap ikan
Menurut Laevastu dan Hela (1970), pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang, serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang menentukan “kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan yang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan (spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di daerah lain daripada di daerah tersebut.
4.    Dampak suhu terhadap ikan
Suhu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan, mulai dari telur, benih sampai ukuran dewasa. Suhu air akan berpengaruh terhadap proses penetasan telur dan perkembangan telur. Rentang toleransi serta suhu optimum tempat pemeliharaan ikan berbeda untuk setiap jenis/spesies ikan, hingga stadia pertumbuhan yang berbeda. Suhu memberikan dampak sebagai berikut terhadap ikan :
a)    Suhu dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan peningkatan suhu
b)    Peningkatan aktivitas metabolisme ikan
c)    Penurunan gas (oksigen) terlarut
d)    Efek pada proses reproduksi ikan
e)    Suhu ekstrim bisa menyebabkan kematian ikan. (Anonim, 2009. SITH ITB)
Salinitas didefinisikan sebagai jumlah berat garam yang terlarut dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dalam satuan 0/00 (per mil, gram perliter). Di perairan samudera, salinitas berkisar antara 340/00 – 350/00. Tidak semua organisme laut dapat hidup di air dengan konsentrasi garam yang berbeda. Secara mendasar, ada 2 kelompok organisme laut, yaitu organisme euryhaline, yang toleran terhadap perubahan salinitas, dan organisme stenohaline, yang memerlukan konsentrasi garam yang konstan dan tidak berubah. Kelompok pertama misalnya adalah ikan yang bermigrasi seperti salmon, eel, lain-lain yang beradaptasi sekaligus terhadap air laut dan air tawar. Sedangkan kelompok kedua, seperti udang laut yang tidak dapat bertahan hidup pada perubahan salinitas yang ekstrim. (Reddy, 1993).
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup. (Andrianto, 2005).
5.  Daur hidup pada crustacea
Seperti hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat (bagian tubuh) penyimpanan sperma.
Setelah telur dibuahi telur-telur ini akan ditempatkan pada bagian bawah perut (abdomen).  Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting. Beberapa spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva (individu baru) yang dikenal dengan “zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan, sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). Daur hidup kepiting dapat dilihat pada gambar berikut.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEglpj_68khargYPkl1bICE_WEneR95yaZRSmuOiPCCNaGSCMxk0WKPf-X4pxqw-qsfvutK6iQALvJxCibNC5cFDmk56MiiA6PaWm7rjPE6XCo5E4r0m3ZNIylk2nIxMlPtTY94vXNFHUN0/s1600/kepiting6.jpg
Gambar 4. Daur hidup pada kepiting
Daur hidup kepiting meliputi telur, larva (zoea dan megalopa), post larva atau juvenil, anakan dan dewasa . Perkembangan embrio dalam telur mengalami 9 fase (Juwana, 2004). Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang dari pada kepiting. Di kepala terdapat semacam tanduk yang memanjang, matanya besar dan di ujung kaki-kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoae ini juga terdiri dari 4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi (Gambar 6 dan 7). Larva kepiting berenang dan terbawa arus serta hidup sebagai plankton (Nontji, 2002). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa larva kepiting hanya mengkonsumsi fitoplankton beberapa saat setelah menetas dan segera setelah itu lebih cenderung memilih zooplankton sebagai makanannya (Umar, 2002). Keberadaan larva kepiting di perairan dapat menentukan kualitas perairan tersebut, karena larva kepiting sangat sensitif terhadap perubahan kualitas perairan (Sara, dkk., 2006).
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYh6CQa7raZpPgNml0GZEp29h7GRWxFQmtLPCvQEzK6_31Rs7ea-t2Q8m7pFk-l6eKjtO_F-SxxeTUL7Ic_Ozv88euolCitkHtUWiUS1kcY4W-YDVBOe7a9LRU0ea2kfu53ePeWjveVRM/s1600/kepiting7.jpg
Gambar 5. Skema Bagian  - Bagian Tubuh Larva Kepiting (zoea dan megalopa)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzi0jygQ3azrps0YYjxiYAbNcbaPkepHLlwfdJfSa6geSuVcy9n9EZniWyttEUeWHfA5M02gTOOl-EWcevb-dZLMG9m6WlcVfSlsCRbYIsTGXl8qNFa4_w-gl1d7MCEoUfmCPHK_NA69I/s1600/kepiting8.jpg
Gambar 6. Perkembangan Larva Kepiting
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgqTaecYx_U7xBOKgDtje3NYFcX0v52TIJ3IdV9S2FqN1V7iL0N3AmGP8XygWeCLH7fIQtdBPsVpJG8Y8DgSAlwqsJmDU-FM2DftyP71Qb2lW6TcdgezYIFOjvFuGchR5uULDPnFFVb9I/s1600/kepiting9.jpg
Gambar 7. Siklus Hidup Rajungan dan Scylla sp
6.    Daur hidup pada bivalvia
Hewan ini ada yang bersifat hermaprodit dan kebanyakan hewan ini mempunyai alat kelamin yang terpisah. Pada saat terjadi perkawinan, alat kelamin jantan akan mengeluarkan sperma ke air dan akan masuk dalam tubuh hewan betina. Melalui sifon air masuk, sehingga terjadilah pembuahan. Ovum akan tumbuh dan berkembang yang melekat pada insang dalam ruang mantel, kemudian akan menetas dan keluarlah larva yang disebut glokidium. Larva ini akan keluar dari dalam tubuh hewan betina melalui sifon air keluar, kemudian larva tersebut menempel pada insang atau sirip ikan dan larva tersebut akan dibungkus oleh lendir dari kulit ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama 3 minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas.


BAB III
                                    PENUTUP

A. Kesimpulan
1.      Daur hidup ikan secara garis besar umumnya terdiri dari 6 (enam) fase berikut : (1) eggs (telur); (2) larva; (3) fry; (4) juvenile; (5) adult (dewasa dengan gonad berkembang); dan (6) spawner (dewasa yang sedang memijah).
2.      Daur hidup kepiting meliputi telur, larva (zoea dan megalopa), post larva atau juvenil, anakan dan dewasa.
3.      Hewan ini ada yang bersifat hermaprodit dan kebanyakan hewan ini mempunyai alat kelamin yang terpisah. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama 3 minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas.
B.  Saran
Saran saya pada makalah selanjutnya agar diperlengkap berdasarkan sumber yang di peroleh.














DAFTAR PUSTAKA
EFIZON, DENI. M.Sc. Ir. WINDRAWATI, M.Sc, Dra, Dr, 2012. Buku Ajar Biologi Perikanan. Faperika. Universitas Riau.
EFFENDI, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Edisi Revisi. Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal.
Juwana,  S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting: Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nuraini. 2001. Penuntun Praktikum Manajemen Produksi Pembenihan Ikan. Pekanbaru 38 hal.
PULUNGAN P. CHAIDIR, Ms. Ir. PUTRA, MANDA, RIDWAN. M.Si. Ir. Hernowo, 2001. Pembenihan Ikan Patin Skala Kecil dan Skala Besar. Swadaya-Jakarta
Sara, L. dkk. 2006. Abundance and Distribution Patterns of Scylla spp. Larvae in the Lawele Bay, Southeast Sulawesi, Indonesia, Asian Fisheries Science, (Online), Vol. 19; 331-347, (www.asianfisheriessociety.org, diakses 1 Mei 2008).
Tang, M. Usman dan Hamdan Alwi. 2003. Manajemen Pembenihan Ikan. Unri press. Pekanbaru. 99 hal.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies) pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton (Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, (Online), IPB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar