TUGAS
BIOLOGI PERIKANAN
AWAL DAUR HIDUP
![](file:///C:\Users\D_COM\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
OLEH
IKLAN GARUSU
I1A111048
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan
awal hidup ikan merupakan hal yang menarik karena berhubungan dengan stabilitas
populasi ikan tersebut dalam suatu perairan. Mortalitas pada awal perkembangan
hidup ikan umumnya sangat besar dimana fluktuasi mortalitas mempunyai andil
yang besar dalam menentukan variasi produksi pada tiaptiap tahunnya. Akan
tetapi hal ini masih memerlukan penggalian-penggalian penelitian yang lebih
lanjut untuk dikembangkan manfaatnya. Lebih-lebih terhadap species ikan-ikan
tropik, banyak sekali yang belum diungkapkan.
Perhatian terhadap Biologi Perkembangan
Ikan mempunyai beberapa alasan mendasar, yaitu : (1) Faktor penentu
rekrutmen terhadap perikanan komersial yang dioperasikan sejak tahap awal
kehidupan ikan; (2) Tingkat teknologi yang dihasilkan dalam praktik
akuakultur hingga dapat diperoleh tingkat produksi ikan seacara massal,
termasuk benih ikan; dan (3) Jumlah spesies yang dibudidayakan
dalam wadah yang terkontrol lebih terbuka peluangnya untuk bertambah.
Penguasaan pengetahuan ini mempunyai implikasi positif terhadap perbaikan
teknik pembenihan yang memungkinkan dapat dilakukaannya penyediaan benih secara
massal apabila telur yang telah dibuahi (fertilized eggs) tersedia tanpa
tergantung lagi pada benih alam. Pemahaman pada faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pemijahan ikan juga memegang peranan penting dalam
pengaturan (manipulasi) waktu pemijahan yang memungkinkan larva dapat disuplai
sepanjang tahun.
Namun
dalam bahasan fase biologis yang detil tentu tidak sesederhana itu, dimana
setiap fase terdiri dari tahapan proses dan mekanisma yang rumit, dan
melibatkan sejumlah faktor internal (fisiologis) dan eksternal (lingkungan)
yang sangat berperan dalam menunjang jalannya proses perkembangan ikan mulai
dari telur dan embrio hingga menjadi ikan betina dewasa yang mengeluarkan telur
matang siap dibuahi (ova), atau telur jantan yang menghasilkan spermaotozoid
untuk membuahi telur.
B.
Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk
mengetahui awal daur hidup pada ikan, crustacesa, dan bivalvia. Serta manfaat
dari makalah ini yaitu menambah wawasan penulis dan melatih diri penulis untuk
mengetahui cara penulisan serta isi dari makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Fase-Fase
Dalam Daur Hidup Ikan
Daur
hidup ikan secara garis besar umumnya terdiri dari 6 (enam) fase berikut : (1)
eggs (telur); (2) larva; (3) fry; (4) juvenile; (5) adult (dewasa dengan gonad berkembang); dan (6) spawner
(dewasa yang sedang memijah).
Gambar 1. Tahap-tahap
kehidupan pada ikan
Fertilisasi Awal dari suatu perkembangan adalah
meleburnya inti ovum dan inti sperma. Proses pembuahan pada ikan bersifat
monospermik, yakni hanya satu spermatozoa yang akan melewati mikropil dan
membuahi sel telur. Dalam proses pembuahan, spermatozoa masuk ke dalam telur
melalui lubang micropyle yang terdapat pada chorion. Tiap spermatozoa mempunyai
kesempatan yang sama untuk membuahi satu telur. Akan tetapi karena ruang tempat
terjadinya pembuahan yaitu pertemuan telur dengan spermatozoa pada ikan ovipar
sangat besar, maka kesempatan spermatozoa itu untuk bertemu dengan telur
sebenarnya sangat kecil. Dalam kondisi yang optimum spermatozoa ikan yang baru
dikeluarkan dari tubuh mempunyai kekuatan untuk bergerak dalam air selama 1 – 2
menit.
Gambar 2. Telur sebelum di
buahi (Nelsen, 1953)
Setelah
telur keluar dari tubuh induk dan kemudian bersentuhan dengan air, maka akan
terjadi 2 hal yaitu terjadi ruang perifitellin dimana selaput chorion terlepas
dari selaput vitellin karena masuknya air kedalam telur, dan terjadinya ruang
pengerasan dimana selaput chorion mengeras sehingga akan mencegah terjadinya pembuahan poly sperma
Gambar 3. Bagian telur
dengan ruang perifitelin (Nelsen, 1953)
a.
Fase
telur
Telur
dan sperma yang baru dikeluarkan dari tubuh induk, mengeluarkan zat kimia yang
berguna dalam proses pembuahan. Menurut kebanyakan literatur dari Amerika, zat
yang dikeluarkan oleh telur dan sperma dinamakan Gamone. Gamone yang berasal
dari telur adalah Gynamone I dan Gynamone II. Gamone yang berasal dari
spermatozoa adalah Androgamone I dan Androgamone II. Gynamone I berfungsi untuk
mempercepat pergerakan dan menarik spermatozoa dari spesies yang sama secara
chemotaksis. Gynamone II berfungsi untuk mengumpulkan dan menahan spermatozoa
pada permukaan telur. Telur yang mati warnanya berubah menjadi putih dan keruh
karena telur mengeluarkan subtansi yang disebut fertilizin.
Fungsi
Androgamone I ialah untuk menekan aktifitas spermatozoa ketika masih berada
dalam saluran genital ikan jantan. Sedangkan Androgamone II berfungsi untuk
membuat permukaan charion menjadi lembek sebagai lawan dari fungsi Gynamone II.
Secara relatif lapisan telur yang sudah dalam air adalah keras dan tidak dapat
ditembus oleh spermatozoa kecuali melalui micropyle yang bentuknya seperti
corong. Lubang corong yang besar terletak di bagian luar dan lubang yang kecil
di bagian dalam. Lubang itu demikian kecilnya sehingga tidak mungkin dapat
dilalui oleh sperma lebih dari satu dalam satu waktu. Ketika spermatozoa masuk
ke dalam lubang corong, itu merupakan sumbat bagi yang lainnya dan setelah
kepala spermatozoa itu masuk, bagian ekornya terlepas. Dengan demikian
pembuahan pada ikan umumnya monosperma dimana kalau sudah masuk satu
spermatozoa akan cepat terjadi perubahan pada bagian micropyle.
Kalaupun
terjadi pembuahan polyspermi, hanya satu spermatozoa yang melebur bersatu
dengan inti telur. Sesaat setelah terjadi pembuahan, isi telur agak sedikit
mengkerut karena pecahnya rongga alveoli yang terdapat di dalam telur. Dengan
kejadian tersebut rongga perivitelline lebih membesar sehingga telur yang telah
dibuahi dapat mengadakan pergerakan rotasi selama dalam perkembangannya sampai
menetas.
b.
Masa
pengeraman
Pembelahan
pada Telur Ikan Setelah
telur dibuahi sampai dengan menetas maka
akan terjadi proses embrilogi (masa pengeraman) yaitu mulai dari 1 sel – 2 sel
– 4 sel – 8 sel – 16 sel -32 sel – 64 sel – 128 sel – pra balstula – blastula –
gastrula – neorola – embrio – penetasan. Waktu yang dibutuhkan adalah selam 1 –
2 hari yaitu : Fase cleavage selama 4 – 5 jam, Fase blastulasi selama 0.5 jam,
Fase gastrulasi selama 1 – 2 jam dan selanjutnya Fase organogenesis ( Sutisna,
1995 ) Pembelahan (fase cleavage) sel zigot pada ikan umumnya adalah tipe
meroblastik (parsial) walaupun ada juga holoblastik (total). Pada tipe meroblastik
yang membelah hanya inti sel dan sitoplasmanya saja, sedang pada holoblastik
kuning telur pun turut membelah diri. Kedua tipe pembelahan sel tersebut
ditentukan oleh banyaknya kuning telur dan penyebarannya.
Dari
hasil pembelahan sel telolesital ini akan terbentuk 2 kelompok sel. Yang
pertama adalah kelompok sel-sel utama (blastoderm) yang akan membentuk tubuh
embrio disebut sel-sel formatik atau gumpalan sel-sel dalam (inner mass cells).
Yang kedua adalah kelompok sel-sel pelengkap (trophoblast, periblast, auxiliary
cells) yang berfungsi sebagai selaput pelindung dan jembatan penghubung antara
embrio dengan induk atau lingkungan luar. Proses pembentukan blastula disebut
blastulasi, pada blastula ini sudah terdapat daerah yang akan berdiferensiasi
membentuk organ-organ tertentu (presumtife organ forming) seperti sel-sel
saluran pencernaan, notochorda, saraf dan epidermis, ectoderm, mesoderm, dan
entoderm. Gastrulasi adalah proses pembentukan 3 daun kecambah yakni ectoderm,
mesoderm dan entoderm. Gastrulasi ini erat hubungannya dengan pembentukan
system syaraf (neurolasi) sehingga merupakan periode kritis. Pada proses ini
terjadi perpindahan daerah ectoderm, mesoderm, entoderm dan notokorda menuju
tempat definitif.
Organogenesis,
yakni proses pembentukan alat-alat tubuh makhluk yang sedang berkembang. System
organ-organ tubuh berasal dari 3 buah daun kecambah, yakni ectoderm, entoderm
dan mesoderm. Dari ectoderm akan terbentuk organ-organ susunan (system) syaraf
dan epidermis kulit. Dari endoderm akan terbentuk saluran pencernaan beserta
kelenjar-kelenjar pencernaan dan alat pernapasan. Sedangkan dari mesoderm akan
muncul rangka, otot, alat-alat peredaran darah, alat ekskresi, alat-alat
reproduksi dan korium kulit.
Faktor
yang mempengaruhi proses pembelahan Beberapa faktor mempengaruhi seluruh proses
perkembangan menyebabkan keberhasilan atau kegagalan. Faktor-faktor tersebut
mempengaruhi kecepatan perkembangan dan menentukan bentuk dan susunannya. Suhu
mempengaruhi kecepatan seluruh proses perkembangan atau fraksi-fraksi
perkembangan. Periode perkembangan dan periode penetasan umumnya lebih pendek
pada suhu yang lebih tinggi. Gas-gas yang terlarut dalam air juga merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan emberio. Tekanan oksigen dapat
mempengaruhi jumlah elemen-elemen meristik. Pada ikan Salmo truta, tekanan yang
berkurang pada saat perkembangan embrio akan menyebabkan bertambahnya jumlah
tulang punggung.
c.
Masa
penetasan
Telur
(ova) yang telah berhasil dibuahi (fertillized eggs) mungkin
dapat disepakati sebagai awal daur hidup individu ikan, karena dari fase ini
ciri-ciri kehidupan suatu individu organisma telah dimulai dari sini, yakni
berlangsungnya proses metabolisma, pembelahan dan perbanyakan sel, pembentukan
jaringan dan organ tubuh, hingga pembangunan tubuh individu organisme yang siap
dikeluarkan dari dalam cangkang telurnya. Proses keluarnya individu muda
dari dalam cangkang telur tempat embrio tersebut tumbuh dan berkembang selama
masa inkubasi disebut dengan menetas (hatching). Terminologi hatch, ini
yang menjadi asal kata hatchery yang sekarang dikenal sebagai
panti pembenihan ikan atau udang.
d.
Masa
larva
-
Pro
larva
Pro larva adalah larva
yang masih memiliki kantong kuning telur berbentuk bundar, oval atau oblong.
Tubuhnya transparan dengan beberapa butir pigmen. Sirip dada dan ekor sudah ada
tetapi belum sempurna bentuknya, sedangkan sirip perut berupa tonjolan, mulut
dan rahang belum berkembang, usus masi berupa tabung lurus. System pernapasan
dan peredaran darah tidak sempurna, makanan dari kuning telur yang dibawah
(Manda, dkk. 2011)
-
Post
larva
Pada masa post larva ini mengalami masa peralihan antara fase primitive
dan fase definitive. Fase primitive artinya sebagian organ tubuhnya belum
terbentuk secara sempurna dan belum dapat difungsikan dengan baik. Sedangkan
fase definitive yaitu bentuk individu baru yang sudah memiliki bentuk tubuh
secara sempurna dan seluruh bagian organ tubuh telah berfungsi seperti yang
terdapat pada induknya (Manda, dkk. 2011).
2.
Perkembangbiakan Pada
Ikan Nila
Ikan nila
mencapai dewasa pada umur 4 – 5 bulan dan ia akan mencapai pertumbuhan maksimal
untuk melahirkan sampai berumur 1,5 – 3 tahun. Pada saat berumur 1 tahun
Kira-kira beratnya mencapai 800 g, ikan nila bisa mengeluarkan telur
1.200-1.500 larva setiap kali memijah, yang berlangsung selama 6 – 7 kali dalam
setahun. Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat sarang di dasar
perairan. Daerah teritorialnya akan terus di jaga. Ikan nila jantan menjadi
agresif saat musim ini. (Tim Karya Tani Mandiri, 2009).
Menurut (Amri, Khairul, Ir, M.Si, 2003) Secara alami, ikan nila bisa
memijah sepanjang tahun di daerah tropis. Frekuensi pemijahan yang banyak
terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan nila bisa memijah 6 – 7 kali dalam
setahun. Berarti, Rata-rata setiap dua bulan sekali, ikan nila akan berkembang
biak. Ikan ini mencapai setadium dewasa pada umur 4 – 5 bulan dengan
bobot 250 gram. Masa
pemijahan produktif adalah ketika induk brumor 1,5 – 2 tahun dengan bobot di
atas 500 gram / ekor. Seekor ikan nila betinah dengan berat sekitar 800 gram
menghasikan larva sebanyak 1.200-1.500 ekor pada setiap pemijahan.
Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan
berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan
nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan nila
jantan. Ketika masa birahi, ikan nila jantan kelihatan tegar dengan warna cerah
dan secara agresif mempertahankan daerah teritorialnya tersebut. Sarang
tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan
telur. (Amri, Khairul, Ir, M.Si, 2003)
Proses pemijahan ikan nila berlangsung sangat cepat. Dalam waktu 50 – 60
detik mampu menghasilkan 20 – 40 butir telur yang telah dibuahi. Pemijahan itu
terjadi beberapa kali dengan pasangan yang sama atau berbeda hingga membutukan
waktu 20 – 60 menit. Telur ikan nila berdiameter 2,8 mm, berwarna abu-abu,
kadang-kadang berwarna kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan.
Telur-telur yang telah dibuahi, dierami di dalam mulut induk betina kemudian
menetas setelah 4 – 5 hari. Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang
larva 4 – 5 mm. hingga mencapai umur 11 hari dan berukuran 8 mm. Benih yang
sudah tidak diasu lagi oleh induknya akan berenang secara bergerombol di bagian
perairan yang dangkal atau di pinggir kolam. (Amri, Khairul, Ir, M.Si, 2003)
3.
Pengaruh suhu terhadap ikan
Menurut Laevastu dan Hela (1970),
pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti
pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang,
serta dalam rangsangan syaraf. Pengaruh suhu air pada tingkah laku ikan paling
jelas terlihat selama pemijahan. Suhu air laut dapat mempercepat atau
memperlambat mulainya pemijahan pada beberapa jenis ikan. Suhu air dan arus
selama dan setelah pemijahan adalah faktor-faktor yang paling penting yang
menentukan “kekuatan keturunan” dan daya tahan larva pada spesies-spesies ikan
yang paling penting secara komersil. Suhu ekstrim pada daerah pemijahan
(spawning ground) selama musim pemijahan dapat memaksa ikan untuk memijah di
daerah lain daripada di daerah tersebut.
4.
Dampak suhu terhadap
ikan
Suhu berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup ikan, mulai dari telur, benih sampai ukuran dewasa. Suhu air
akan berpengaruh terhadap proses penetasan telur dan perkembangan telur.
Rentang toleransi serta suhu optimum tempat pemeliharaan ikan berbeda untuk
setiap jenis/spesies ikan, hingga stadia pertumbuhan yang berbeda. Suhu
memberikan dampak sebagai berikut terhadap ikan :
a) Suhu
dapat mempengaruhi aktivitas makan ikan peningkatan suhu
b) Peningkatan
aktivitas metabolisme ikan
c) Penurunan
gas (oksigen) terlarut
d) Efek
pada proses reproduksi ikan
e) Suhu
ekstrim bisa menyebabkan kematian ikan. (Anonim, 2009. SITH ITB)
Salinitas didefinisikan sebagai
jumlah berat garam yang terlarut dalam 1 liter air, biasanya dinyatakan dalam
satuan 0/00 (per mil, gram perliter). Di perairan samudera, salinitas berkisar
antara 340/00 – 350/00. Tidak semua organisme laut dapat hidup di air dengan
konsentrasi garam yang berbeda. Secara mendasar, ada 2 kelompok organisme laut,
yaitu organisme euryhaline, yang toleran terhadap perubahan salinitas, dan
organisme stenohaline, yang memerlukan konsentrasi garam yang konstan dan tidak
berubah. Kelompok pertama misalnya adalah ikan yang bermigrasi seperti salmon,
eel, lain-lain yang beradaptasi sekaligus terhadap air laut dan air tawar.
Sedangkan kelompok kedua, seperti udang laut yang tidak dapat bertahan hidup
pada perubahan salinitas yang ekstrim. (Reddy, 1993).
Salinitas merupakan salah satu
parameter lingkungan yang mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan
mempengaruhi kehidupan organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju
pertumbuhan, jumlah makanan yang dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya
kelangsungan hidup. (Andrianto, 2005).
5. Daur
hidup pada crustacea
Seperti
hewan air lainnya reproduksi kepiting terjadi di luar tubuh, hanya saja
sebagian kepiting meletakkan telur-telurnya pada tubuh sang betina. Kepiting
betina biasanya segera melepaskan telur sesaat setelah kawin, tetapi sang
betina memiliki kemampuan untuk menyimpan sperma sang jantan hingga beberapa
bulan lamanya. Telur yang akan dibuahi selanjutnya dimasukkan pada tempat
(bagian tubuh) penyimpanan sperma.
Setelah
telur dibuahi telur-telur ini akan ditempatkan pada bagian bawah perut
(abdomen). Jumlah telur yang dibawa tergantung pada ukuran kepiting.
Beberapa spesies dapat membawa puluhan hingga ribuan telur ketika terjadi
pemijahan. Telur ini akan menetas setelah beberapa hari kemudian menjadi larva
(individu baru) yang dikenal dengan “zoea”. Ketika melepaskan zoea ke perairan,
sang induk menggerak-gerakkan perutnya untuk membantu zoea agar dapat dengan
mudah lepas dari abdomen. Larva kepiting selanjutnya hidup sebagai plankton dan
melakukan moulting beberapa kali hingga mencapai ukuran tertentu agar dapat
tinggal di dasar perairan sebagai hewan dasar (Prianto, 2007). Daur hidup
kepiting dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Daur hidup pada kepiting
Daur hidup kepiting
meliputi telur, larva (zoea dan megalopa), post larva atau juvenil, anakan dan
dewasa . Perkembangan embrio dalam telur mengalami 9 fase (Juwana, 2004). Larva
yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang dari pada
kepiting. Di kepala terdapat semacam tanduk yang memanjang, matanya besar dan
di ujung kaki-kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoae ini juga terdiri dari
4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi
(Gambar 6 dan 7). Larva kepiting berenang dan terbawa arus serta hidup sebagai
plankton (Nontji, 2002). Beberapa hasil penelitian menyebutkan bahwa larva
kepiting hanya mengkonsumsi fitoplankton beberapa saat setelah menetas dan
segera setelah itu lebih cenderung memilih zooplankton sebagai makanannya
(Umar, 2002). Keberadaan larva kepiting di perairan dapat menentukan kualitas
perairan tersebut, karena larva kepiting sangat sensitif terhadap perubahan
kualitas perairan (Sara, dkk., 2006).
Gambar 5. Skema Bagian - Bagian Tubuh Larva Kepiting (zoea dan megalopa)
Gambar 6. Perkembangan Larva
Kepiting
Gambar 7. Siklus Hidup Rajungan
dan Scylla sp
6. Daur
hidup pada bivalvia
Hewan
ini ada yang bersifat hermaprodit dan kebanyakan hewan ini mempunyai alat
kelamin yang terpisah. Pada saat terjadi perkawinan, alat kelamin jantan akan
mengeluarkan sperma ke air dan akan masuk dalam tubuh hewan betina. Melalui
sifon air masuk, sehingga terjadilah pembuahan. Ovum akan tumbuh dan berkembang
yang melekat pada insang dalam ruang mantel, kemudian akan menetas dan
keluarlah larva yang disebut glokidium. Larva ini akan keluar dari dalam tubuh
hewan betina melalui sifon air keluar, kemudian larva tersebut menempel pada
insang atau sirip ikan dan larva tersebut akan dibungkus oleh lendir dari kulit
ikan. Larva ini bersifat sebagai parasit kurang lebih selama 3 minggu. Setelah
tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri dari insang atau sirip ikan dan akan
hidup bebas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Daur hidup ikan secara garis besar
umumnya terdiri dari 6 (enam) fase berikut : (1) eggs (telur); (2) larva; (3)
fry; (4) juvenile; (5) adult (dewasa dengan gonad berkembang); dan (6) spawner
(dewasa yang sedang memijah).
2.
Daur hidup kepiting meliputi telur, larva (zoea dan megalopa),
post larva atau juvenil, anakan dan dewasa.
3.
Hewan ini ada yang bersifat hermaprodit
dan kebanyakan hewan ini mempunyai alat kelamin yang terpisah. Larva ini bersifat sebagai parasit
kurang lebih selama 3 minggu. Setelah tumbuh dewasa, larva akan melepaskan diri
dari insang atau sirip ikan dan akan hidup bebas.
B. Saran
Saran saya pada makalah selanjutnya agar diperlengkap
berdasarkan sumber yang di peroleh.
DAFTAR PUSTAKA
EFIZON, DENI.
M.Sc. Ir. WINDRAWATI, M.Sc, Dra, Dr, 2012. Buku Ajar Biologi Perikanan. Faperika. Universitas Riau.
EFFENDI, M. I. 2002. Biologi Perikanan. Edisi Revisi.
Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal.
Juwana, S. 2004. Penelitian Budi Daya Rajungan dan Kepiting:
Pengalaman Laboratorium dan lapangan, Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan
Lautan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nuraini. 2001.
Penuntun Praktikum Manajemen Produksi Pembenihan Ikan. Pekanbaru 38 hal.
PULUNGAN P.
CHAIDIR, Ms. Ir. PUTRA, MANDA, RIDWAN. M.Si. Ir. Hernowo, 2001. Pembenihan Ikan
Patin Skala Kecil dan Skala Besar. Swadaya-Jakarta
Sara, L. dkk. 2006.
Abundance and Distribution Patterns of Scylla spp. Larvae in the Lawele Bay,
Southeast Sulawesi, Indonesia, Asian Fisheries Science, (Online), Vol. 19;
331-347, (www.asianfisheriessociety.org, diakses 1 Mei 2008).
Tang, M. Usman dan Hamdan Alwi. 2003. Manajemen Pembenihan
Ikan. Unri press. Pekanbaru. 99 hal.
Prianto, E. 2007. Peran Kepiting Sebagai Spesies Kunci (Keystone Spesies)
pada Ekosistem Mangrove. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai
Riset Perikanan Perairan Umum. Banyuasin.
Umar, N.A. 2002. Hubungan antara Kelimpahan Fitoplankton dan Zooplankton
(Kopepoda) dengan Larva Kepiting di Perairan Teluk Siddo Kabupaten Barru
Sulawesi Selatan, (Online), IPB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar